Hak Untuk Blogging
Dunia blogging saat ini sangat pesat pertumbuhannya, era digital serta kemajuan social media yang sangat berpengaruh pada aktivitas keseharian kita. Indonesia sebagai pengguna social media tertinggi di dunia khususnya pengguna akun facebook dan twitter khususnya di daerah Jakarta. Berbagai informasi bisa kita dapatkan langsung dari akun ini, seperti untuk menaruh link blog, jualan dan lainnya. Dari semua keterkaitan itu, maka @article19asia tertarik untuk mengunjungi Indonesia dan sharing dengan para blogger.
Bertempat di Hotel Morissey Jakarta pusat pada tanggal 05 April 2013, saya dan beberapa blogger berkesempatan untuk hadir dalam diskusi yang santai dan tentu membawa angin segar buat para blogger, karena seperti yang kita ketahui maraknya para blogger yang bermasalah dengan pihak tertentu dan sebagainya sehingga hal ini memberi tantangan dan ketertarikan tersendiri buat Article19.org sehingga menempatkan Indonesia menjadi salah satu pendukung organisasi ini. Acara diskusi yang menghadirkan nara sumber yang datang langsung dari luar negeri yaitu Andrew Smith dan Judy taing.
Article 19 adalah sebuah organisasi hak asasi manusia internasional yang didirikan pada tahun 1986, yang mempertahankan dan mempromosikan kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di seluruh dunia. ARTICLE 19 mendapatkan mandatnya dari Deklarasi Hak Manusia Universal, yang menjamin hak atas kebebasan berekspresi dan informasi. Maraknya pemanfaatan blogger bagi sebagian pihak yang tidak bertanggung jawab, seringkali para blogger dihadapkan pada permasalahan yang konplik dan tidak jarang menempuh cara jalur hukum.
Dibawah hukum hak asasi manusia internasional, setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi. Hingga saat ini tentu kita masih belum melihat adanya upaya untuk menegaskan posisi blogger dalam hokum internasional. Ada dua alasan mengapa hal ini tidak seharusnya menjadi masalah.
- Pertama, Selama aktivitas blogger tersebut masuk ke definisi fungsional jurnalisme , mereka harus mendapatkan perlindungan sebagaimana yang diberikan kepada jurnalis di bawah hukum internasional di suatu wilayah tertentu.
- Kedua, Kurangnya standar internasional spesifik ini merupakan peluang bagi masyarakat internasional untuk mengembangkan standar perlindungan tertinggi bagi blogger.
Hak kebebasan berekspresi di jamin di bawah pasal 19 Deklarasi Universal Kebebasan Hak Asasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights/UDHR) dan di jabarkan lebih lanjut serta di berikan kekuatan hokum di bawah pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik ( International Covenant Civil and Political Rights/ICCPR ). Sementara kebebasan hak berekspresi adalah hak fundamental, hal tersebut tidak di jamin dalam artian absolut. Kebebasan berekspresi harus memenuhi 'tes tiga tahap' ( three part test) yang terdiri dari :
- Pembatasan harus diatur dalam undang-undang. Harus terdapat undang-undang yang di formulasikan dengan presisi yang cukup untuk memungkinkan individu untuk meregulasi pelakunya sesuai dengan undang-undang tersebut.
- Pembatasan harus memiliki tujuan yang sah, sebagaimana berulangkali dinyatakan dalam pasal 19(3) (a) dan (b) ICCPR
- Pembatasan harus diperlukan dan propossional dalam masyarakat demokratis. Pembatasan harus didasarkan pada kebutuhan sosial yang mendesak, dan jika terdapat cara lain yang lebih lunak untuk mencapai tujuan yang sama, maka cara yang lebih lunak tersebut yang harus diterapkan.
Indonesia sebagai jumlah pengguna sosial media terbesar yang menjadikan salah satu alasan bagi Article19 dan menjadikan Indonesia sebagai prioritas untuk dikunjungi untuk sharing bersama blogger. Melihat dari berbagai aspek seperti penistaan, pengobaran kebencian dan lain-lain. Semoga keberadaan dan peran blogger sebagai jurnalis warga yang memberikan informasi lewat blog bisa diakui di mata hukum dan dunia, sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus yang merugikan blogger. Bagaimanapun blogger adalah pemberi informasi warga yang telah banyak membantu seputar tips, bisnis, isu yang sedang berkembang dan banyak hal lainnya.
Blogger juga harus bertanggung jawab atas beragam jenis pelanggaran yang berusaha mengkriminalkan penyebaran suatu ucapan (speech) yang sangat nyata ofensif atau mengancam (menacing) yang dibuat melalui jaringan komunikasi elektronik. Undang-undang yang membuat timbulnya tuntutan tersebut masih sangat bermasalah bagi kebebasan berekspresi. Secara khusus, ketentuan-ketentuan yang mengkriminalkan ucapan yang ‘amat ofensif’ (‘glossy offensive’ speech) mengharuskan adanya interprestasi subjektif yang unggul (eminent). Di sejumlah Negara, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah tuntutan terhadap blogger (atau pengguna social media) karena komentar-komentar yang mereka posting secara online.
Serupa dengan hal tersebut, blogger harus menyadari bahwa mereka tetap harus tunduk pada aturan pengadilan (contempt law) jika mereka mengungkap nama-nama individu yang anonimitasnya dilindungi oleh perintah pengadilan atau jika mereka tidak menghormati azas praduga tak bersalah ketika melapor untuk suatu kasus di pengadilan. Berkaca dari para pengalaman blogger baik di Indonesia maupun Negara lain, semoga kita bisa bijak mempergunakan social media dengan mematuhi segala aturan dan tata bahasa yang baik dengan tidak mengundang propokasi dan propoaksi pihak lain yang sering menimbulkan konflik di dunia maya. Selamat Berekspresi.***
Sumber : Kutipan Article19
Foto Pribadi
Blogger juga harus bertanggung jawab atas beragam jenis pelanggaran yang berusaha mengkriminalkan penyebaran suatu ucapan (speech) yang sangat nyata ofensif atau mengancam (menacing) yang dibuat melalui jaringan komunikasi elektronik. Undang-undang yang membuat timbulnya tuntutan tersebut masih sangat bermasalah bagi kebebasan berekspresi. Secara khusus, ketentuan-ketentuan yang mengkriminalkan ucapan yang ‘amat ofensif’ (‘glossy offensive’ speech) mengharuskan adanya interprestasi subjektif yang unggul (eminent). Di sejumlah Negara, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah tuntutan terhadap blogger (atau pengguna social media) karena komentar-komentar yang mereka posting secara online.
Serupa dengan hal tersebut, blogger harus menyadari bahwa mereka tetap harus tunduk pada aturan pengadilan (contempt law) jika mereka mengungkap nama-nama individu yang anonimitasnya dilindungi oleh perintah pengadilan atau jika mereka tidak menghormati azas praduga tak bersalah ketika melapor untuk suatu kasus di pengadilan. Berkaca dari para pengalaman blogger baik di Indonesia maupun Negara lain, semoga kita bisa bijak mempergunakan social media dengan mematuhi segala aturan dan tata bahasa yang baik dengan tidak mengundang propokasi dan propoaksi pihak lain yang sering menimbulkan konflik di dunia maya. Selamat Berekspresi.***
Sumber : Kutipan Article19
Foto Pribadi
wow, ulasannya bagus banget, mengena, terpikirkan secara detail hak kita sebagai penulis blogging.. good job mak, inspiratif :)
BalasHapusHeheee....iya selama ini blogger kurang di akui keberadaannya :(
BalasHapusDan blogger (spt kamu) konsisten menulis hal-hal yg memang patut dipublikasikan, spt ini. Thanks!
BalasHapusThank's jg Kang Mt ats undangan dan informasinya :)
BalasHapusBlogger memang harus bisa menyuarakan isi hatinya dengan bebas dan bertanggung jawab
BalasHapus