Melestarikan Kearifan Lokal Melalui Inovasi Limbah Pelepah Pinang Yang Disulap Menjadi Kemasan Ramah Lingkungan

Tape Singkong beralas daun pisang (sumber foto:doktersehat.com)

Yang pernah merasakan era dimana bungkus makanan dikemas dengan menggunakan dedaunan pasti merasa rindu ke masa itu ya, dimana tradisi dan kebiasaan masyarakat sangat kental dengan nuansa alam hingga membungkus makanan pun menggunakan daun-daun, seperti misalnya daun pisang, daun lontar, daun waru dan masih banyak lagi daun yang menjadi ciri khas wilayah tertentu. 

Menurutku menggunakan kemasan dari daun atau apapun dari alam itu selain ramah lingkungan juga menambah rasa makanan menjadi khas, harum daun dan makanan tidak cepat basi yang tentunya akan menambah cita rasa yang enak dan menggugah selera. 

Jadi teringat kalau diajak nenek ke pasar tradisional dan banyak penjual tape dengan keranjang berbalut daun pisang dan tumpukan daun waru  membungkus tape singkong tersebut, jadi otomatis tape singkong yang dibungkus daun waru itu terasa harum dan terjaga kualitasnya, tidak seperti sekarang yang dikemas dengan kantong plastik dan mengakibatkan rasa tape nya jadi lembek dan basah.

Penggunaan kemasan berbahan plastik dan styrofoam begitu marak penggunaannya terutama di kota-kota besar dan ini sangat berdampak pada rusaknya lingkungan, maka tidak heran kalau udara yang kita hirup banyak tercemar hingga menimbulkan banyak polutan. 

Ditengah isu perubahan cuaca yang begitu signifikan, tentu kita tahu ya penyebab dari semua yang terjadi itu akibat ulah kita sendiri, berapa banyak kita menyumbang limbah plastik dan zat yang bisa mencemari lingkungan yang terkandung dalam kemasan berbahan styrofoam di bumi tempat kita berpijak ini dan seberapa besar sumbangsih kita buat alam? Minimal langkah kecil apa yang sudah kita lakukan buat bumi kita agar selalu tetap lestari?

Tinggal di negara tropis yang tentunya banyak ditemuinya pepohonan dengan berbagai jenis serta manfaatnya untuk kehidupan manusia tentunya kita juga harus bijak dalam penggunaannya dan memanfaatkan limbah dari alam sebagai bahan yang ramah lingkungan. Mungkin dari 1000 orang hanya ada 10 orang yang sadar akan lingkungan. Termasuk Rengkuh Banyu Mahandaru, pejuang lingkungan bermodal limbah pelepah yang meraih salah satu penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards yang digelar oleh PT. Astra. 

Rengkuh Banyu Mahandaru (Sumber foto: satuindonesia) 

Rengkuh Banyu Mahandaru, perintis sebuah perusahaan yang memproduksi kontainer makanan dari bahan baku pelepah daun pinang yang berdiri sejak tahun 2018, dari produksi kecil-kecilan, kini mereka bisa menyuplai pembungkus makanan ramah lingkungan hingga lebih dari 100 ribu  kontainer makanan per bulan. 

Plepah Lahir Dari Sebuah Keresahan 

Adalah Rengkuh Banyu Mahandaru, seorang pemuda lulusan ITB, berkontribusi dengan apa yang diberikan walau sekecil apapun, dan juga masih muda pengin luar dari zona nyaman  dan punya interested sendiri terhadap hal-hal yang sifatnya bisa memberi kualitas yang baik buat masyarakat banyak. 

Masyarakat di Indonesia memiliki kecenderungan untuk membeli makanan yang dibawa pulang, terutama di kota-kota besar. Perilaku ini merupakan salah satu penyumbang terbesar sampah kemasan sekali pakai ke laut. Setiap hari, orang berkontribusi hingga 20 juta kemasan makanan bekas yang umumnya membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. 

Masalah sampah ini mendorong seorang lulusan ITB untuk meningkatkan nilai ekonomi di wilayah tertentu di Indonesia sebagai bagian dari program pengembangan masyarakat. 

Plepah dimulai dengan konsep berbasis komunitas yang memberdayakan desa dan masyarakat di Sumatra Selatan dan Jambi. Masyarakat diajak mengolah limbah agrikultur komoditas pohon pinang sebagai pendapatan ekonomi alternatif dengan produk akhir eco friendly good packaging dan foodware.

Mengawali bisnis Startup pertama tentu banyak tantangannya, mulai dari riset pendanaan, edukasi para petani tentang Plepah merupakan sesuatu yang baru, ekosistem ekonominya belum terbangun, tentu menjadi tantangan tersendiri.

Dengan tekad niat mau berkontribusi buat lingkungan yang lahir dari Keresahan, perkembangan produksi Plepah pinang meningkat signifikan, dari yang hanya 1.000 kemasan per bulan menjadi 120.000 per bulan. 

Kemasan Plastik dan Kemasan Alternatif Harus Jadi Inisiatif Siapa? 

Ayo... jawabannya penjual apa pembeli ya?menurut saya sih dua-duanya harus sama-sama berinisiatif, karena kalau hanya satu aja tidak akan sejalan karena saya punya contoh kasus dalam keseharian nih, akunya gak mau pakai itu tapi si penjual masih tetap pakai itu, seperti ini nih kasusnya. 


"Mba, cirengnya satu porsi ya tapi tolong bungkusnya jangan pakai styrofoam ya, celoteh ku di percakapan whatsapp, yang pada waktu sore itu aku pesan camilan buat teman santai sore hari. Oh baik bu, jawab mba penjual cireng itu melegakan hati. Namun setelah dia datang mengantarkan pesananku, agak kesel juga sih karena dia tidak mengindahkan pesan saya supaya tidak memakai styrofoam, sambil merasa bersalah karena melihat ekspresi yang tidak suka mba itu berkata maaf bu, tidak ada bungkus yang lain hanya ada ini sambil ngasih bungkusan berisi cireng, oh ya sudah jawabku, terimakasih ya! 

Kesal juga sih tapi ya itu cerminan dari masyarakat kita yang mungkin kurang edukasi meskipun sudah dikasih tahu tapi ya ngeyelnya itu loh, miris ya!. Terkadang kalau ingat kasus itu jadi ragu lagi mau beli, terus sekarang milih-milih juga kalau penjualnya menggunakan kemasan plastik atau styrofoam lebih memilih tidak take away.

Dampak buruk styrofoam bagi lingkungan, diantaranya:

  • Tidak terurai, Styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500-1juta tahun untuk terurai ditanam, namun tidak sepenuhnya terurai. Sebaliknya styrofoam akan berubah menjadi mikroplastik yang dapat mencermati lingkungan. 
  • Mencemari udara, partikel pecahan styrofoam yang bersifat microplastik dapat menyebar dan mengotori udara
  • Mencemari laut, pecahan styrofoam yang terbawa angin dapat berakhir di laut dan mencari lingkungan laut
  • Bahaya bagi hewan, potongan styrofoam yang rusak akan dikonsumsi oleh hewan darat dan laut, menyebabkan sistem pencernaan, tersedak dan kematian
  • Memicu pemanasan global, proses pembuatan styrofoam melepaskan jutaan karbon dioksida ke atmosfer yang dapat memicu pemanasan global
  • Membentuk ozon  troposer, proses pembuatan styrofoam melepaskan hidrokarbon berbahaya yang dapat membentuk polutan udara berbahaya dipermukaan tanah yang disebut ozon troposer. Ozon troposer dikaitkan dengan efek kesehatan seperti mengi, sesak nafas, asma dan bronkitis. 
  • Melepaskan karbon monoksida, jika dibakar, Styrofoam akan melepaskan karbon monoksida beracun ke udara. (Referensi dari berbagai sumber
Duh, ngeri banget ya, secara sekarang tuh sudah berasa kalau lingkungan kita itu sedang tidak baik-baik saja, dengan cuaca yang tidak menentu siangnya terasa terik banget, sorenya bisa hujan lebat. Belum lagi polutan udara yang tidak jarang membuat tubuh kita rentan dengan berbagai penyakit. 

Mau sampai kapan kita merasakan dampak dari rusaknya lingkungan akibat ulah kita sendiri yang mungkin sebagian orang menganggap sepele ini? Akankah kita mau mewariskan lingkungan yang tidak sehat buat anak cucu kita kelak? Tidak tergerakkah hati kita untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global? Mulai dari hal terkecil harusnya kita bisa ya!.

Tidak bisa berbuat banyak, ya minimal sadar lingkungan dan saling mengingatkan satu sama lain, karena hal ini adalah tanggung jawab bersama. 

Melestarikan Kearifan Lokal 

Kemasan Ramah Lingkungan (Sumber foto: @plepah_id

Tidak hanya berkontribusi untuk ramah lingkungan saja, tetapi inovasi ini selain menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar juga melestarikan Kearifan Lokal yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita waktu zaman dulu, seperti yang telah saya ceritakan diatas. 

Salah satu Kearifan Lokal Indonesia yang "Dari Alam Buat Alam", Apa yang kita dapat dari alam sudah seharusnya kita juga memberikan yang terbaik buat alam, jaga dan rawat bumi dengan baik.

Orang Indonesia dimata dunia terkenal dengan kreatif dengan selalu mengangkat warisan budaya leluhurnya, tidak jarang Kearifan Lokal kita ketika mendunia selalu diterima dengan antusias karena kualitasnya memang tidak kaleng-kaleng serta manfaat dan kegunaannya pun jelas seperti Plepah ini yang terbuat dari 100% material organik tanpa plastik. Terbukti dalam waktu 60 hari terurai secara alami dan tidak meningkatkan residu metal maupun mikroplastik. 

Tidak heran makanya produk Plepah Pinang ini banyaknya permintaan untuk bermitra bersama distributor-distributor Jerman dan juga negara di Eropa tentu menjadi semangat dan lebih gencar lagi dalam mengupayakan jangkauan lebih luas dan bisa mensubsidi produk yang ada didalam negeri sehingga lebih banyak lagi masyarakat kita yang lebih awere tentang pentingnya menggunakan food packaging yang ramah lingkungan. 

Kalau sudah bercerita orang yang inspiratif begini suka speechless dan selalu bertanya dalam diri "Aku sudah berbuat apa dan kemana aja selama ini", hehe. Anak muda yang sudah mampu berbisnis dan berkontribusi buat lingkungan semoga bisa menularkan hal positif ke next generasi.

Salam Lingkungan!.


Sumber referensi :

https://swa.co.id/read/406666/cerita-rengkuh-bangun-startup-plepah-berawal-dari-keresahan

Instagram @plepah_id





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sakit Kepala Bukan Alasan Lagi Untuk Tidak Beraktivitas

Sekarang Praktis Pesan Tiket Bus Budiman Bisa via Online

Cerita Dibalik Hp Jadul